Perihal Mengenyampingkan Moral

Bukan lagi moral yang dijunjung tinggi oleh penguasa,
Melainkan kepala yang berisikan modal-modal harta,
Seolah otak tak lagi ada didalamnya.

Syahwat yang diambisikan merajalela,
Mempermudah para tangan untuk mendapatkan kekuasaan,
Alhasil terjadilah jual-beli jabatan yang tak sepatutnya dilakukan oleh penguasa.

Janji sudah tak lagi bernilai,
Tangan dan kaki mulai terkulai,
Bila sudah mendapatkan tunai.

Mereka yang sukanya melebihkan sesuatu, juga pintar dalam menutupi sesuatu yang tampaknya saja sudah sangat jelas terlihat.

Melihat seberapa hasil usaha dan balik modal yang mereka terima,  mengapa tak disesuaikan dengan hasil kinerja?
Jadi, apakah rakyat salah bila geram dengan wakil yang tenggelam akan buaian harta?

Keserakahan awal dari sebuah keyakinan bagi mereka,
Tanggung jawab menjadi pekerjaan sampingan layaknya hobi,
Bila sudah begini cita-citanya adalah menjadi korupsi.

Mempersiapkan pemimpin selanjutnya juga termasuk tugas dari pemimpin saat ini bukan?
Bila tugas ini saja lalai, apa yang akan dipersiapkannya nanti?
Terus saja berputar seperti itu... 
Mereka meninggalkan keburukannya yang akan membengkak layaknya bisul...
Sakit yang tak terrtahankan itulah yang akan dirasakan rakyat.

Terkekang, tak dapat berkarya, dan mengeluarkan pendapat hanya diperuntukkan bagi orang-orang kaya.
Nasib tak dapat diadu oleh siapapun karena tak seorang pun yang ingin mendengarkan, apalagi memintanya bertatap muka...
Alasannya klasik, tak ada waktu... Katanya.

Kami butuh kerja nyata...
Bukan hanya sayembara, apalagi canda tawa.
Kampanye boleh meriah... Asalkan moral tetap dijaga.
Persatuan adalah darah negri ini dan kesatuan menjadi dagingnya, maka tak boleh ada yang dipisah-pisahkan
Maka wahai pemimpin negri ini, harus anda ketahui mana yang akan menjadi cita-cita kami!

Comments

Post a Comment